Review: Alangkah Lucunya (negri ini)

| Minggu, 09 Januari 2011 | |
Pendidikan itu penting. Kalau ingin jadi koruptor, ya harus sekolah

Dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah, harusnya bisa menghasilkan sebuah sinergi besar bagi negeri Indonesia demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Kenyataannya, rakyat miskin masih saja banyak, pengangguran dimana-mana, tingkat kriminalitas meningkat, serta masih banyaknya anak-anak yang belum bisa menikmati pendidikan sebagaimana mestinya. Yang makin menyedihkan, ketika jurang antara yang kaya dan miskin makin menganga, ketidakadilan semakin meraja lela dimana mereka dengan modal kecil yang harus selalu dikalahkan. Koruptor bisa tebar pesona menikmati hasil jarahan besar uang rakyat, di sisi lain pencopet dengan hasil jarahan yang jauh lebih kecil seringkali mendapatkan hukuman yang bisa sangat mengenaskan.


Mendapati banyaknya pencopet belia, Muluk (Reza Rahadian) dengan berbekal sarjana di bidang manajemen, berusaha mengentaskan para pencopet belia yang dikelola oleh Jarot (Tio Pakusadewo). Meski sudah mempunyai gelar sarjana, Muluk ini sudah dua tahun menganggur. Sempat terpikirkan beternak cacing, namun dia mundur ketika ada pihak-pihak yang mentertawakan niat tersebut. Program yang ditawarkan oleh Muluk, terkesan sangat muluk-muluk, namun berkat bantuan dua temannya, Pipit (Ratu Tika Bravani) dan Samsul (Asrul Dahlan) yang juga menganggur meski berpendidikan tinggi, perlahan-lahan program Muluk mulai mendapatkan hasil. Ketiganya bahu-membahu membangun mental positif anak-anak dengan pelajaran agama, budi pekerti serta kewarganegaraan.
Sebuah program, tentu akan bisa berjalan kalau ada sokongan dana. Minta pada ayahnya (Deddy Mizwar) sangatlah tidak mungkin. Maka dilontarkanlah ide semacam management fee sebesar 10% dari hasil mencopet. Dana yang terkumpul, kedepannya akan dijadikan sebagai modal bagi anak-anak untuk beralih profesi yang lebih halal. Ketika segalanya terlihat sesuai dengan apa yang diharapkan, muncul gugatan yang dilematis yakni ketika ayah Muluk, Pak Makbul (Deddy Mizwar) dan ayah Pipit (Slamet Rahardjo) yang sangat relijius, murka mendapati anak-anak mereka menikmati uang haram. Apa langkah Muluk dkk selanjutnya?


Setelah digempur puluhan film horor dan drama percintaan, kehadiran Alangkah Lucunya (Negeri Ini)/ALNI memberikan kesegaran tersendiri bagi dunia sinema nasional. Seperti karya Deddy Mizwar sebelumnya, ALNI memasukkan banyak kritikan, terutama kepada kebijakan pemerintah, isu nasionalisme dan balutan dakwah agama yang cukup kental. Bagi Gilasinema, Deddy Mizwar adalah seorang pengkhotbah yang asyik, karena banyak sekali bermain diwilayah abu-abu. Deddy Mizwar tidak menghujani penonton dengan dogma-dogma. Dia hanya membeberkan suatu realita yang pada akhirnya memaksa penonton untuk melakukan semacam pengkajian dan pemahaman sendiri. Solusi diserahkan pada masing-masing individu. Dalam ALNI, kecuali pemerintah, tidak ada yang benar-benar salah atau benar.


Hasilnya? ALNI menjadi sebuah tontonan yang sangat berat karena meninggalkan semacam PR bagi penontonnya. Tidak mudah, mengingat Deddy Mizwar memberikan banyak PR yang dilematis. Apakah langkah yang ditempuh oleh Muluk dkk harus dihentikan gara-gara bertentangan dengan ajaran agama? Padahal, tujuan mereka sangatlah baik dan menunjukkan hasil, meski mungkin kalau kisah berlanjut akan mengalami gugatan baru perihal pekerja di bawah umur. Aksi mereka itu ibarat antitesis dari kondisi riil negeri ini. Banyak orang cerdas di negeri ini yang mengalami kemerosotan moral. Bandingkan dengan para anak-anak pencopet yang mengalami peningkatan moral berkat aksi Muluk dkk. Muluk memanfaatkan uang haram untuk tujuan yang baik, sedangkan para koruptor memanfaatkan hasil jarahan demi kepentingan diri sendiri. Menyedihkan, ketika ilmu dan kecerdasan hanya dimanfaatkan demi ambisi pribadi (materi).


Duo Deddy Mizwar dan Aria Kusumadewa yang lewat Identitas menyoroti soal carut marutnya pelayanan kesehatan, dalam ALNI mencoba membeberkan kegagalan sistem pendidikan yang tidak mampu menyentuh semua kalangan dan juga belum berhasil mengentaskan kemiskinan. Dengan alokasi 20% dari APBN untuk pendidikan, mengapa belum juga terlihat adanya peningkatan kualitas hidup. Program BOS yang harusnya mensukseskan Program Wajib Belajar 9 Tahun justru mendorong banyak SD dan SMP untuk meningkatkan standar menjadi RSBI yang bisa melegalkan berbagai pungutan. Pendidikan Dasar makin mahal dari sebelum adanya BOS dan sekolah terbaik hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu. Nilai berupa angka menjadi ukuran kecerdasan anak (UAN), tanpa melihat potensi anak di bidang yang lain.
Tapi bukan hanya salah pemerintah juga lho. Pentingnya pendidikan belum disadari oleh semua lapisan masyarakat. Sebagai contoh, tempat dimana Gilasinema tinggal. Keberhasilan seseorang tidak diukur dari tingkat pendidikan, tapi dari apa yang dia hasilkan dari pekerjaannya yang bisa dilihat oleh mata telanjang seperti kendaraan atau rumah. Dan kalau ada iuran kampung atau bantuan dari pemerintah, tujuannya untuk apa? Pembangunan jalan yang sebenarnya tidak terlalu mendesak untuk diperbaiki. Gilasinema membayangkan, ada baiknya kali ya kalau suatu kampung itu ada iuran demi pendidikan anak-anak berprestasi dan berpotensi di suatu bidang, dan sebagai balasannya, ketika si anak ini berhasil bisa membangun kampungnya.


Aduuuh...jadi ngelantur. Kesimpulannya, ALNI adalah sebuah film yang komplet dan cerdas. Lucu sekaligus pahit, terutama endingnya yang sukses membuat tangis. Dan seperti halnya Naga Bonar(Jadi) 2, ALNI juga menghadirkan gesekan antar generasi. Kehadiran beberapa produk mungkin terasa mengganggu, namun naskah olahan Musfar Yasin sangat rapat dan menghadirkan banyak quote-qoute segar, tajam dan cerdas. Gilasinema suka sekali dengan dialog pas Rina Hasyim sedang mengisi TTS :


Rina Hasyim : Yang nentuin haram atau halal siapa Beh?
Slamet Rahardjo : MUI!
Rina Hasyim : Lima kotak Beh.
Ratu Tika Bravani : Allah ... Nyak!

Gilasinema juga dibuat terhenyak dengan ”amien” setelah lagu Indonesia Raya. Iya ya, Lagu Indonesia itu kan ibarat doa, namun kita lupa untuk mengamininya. Brillian!!!


Selain kekuatan naskahnya, yang dari Gilasinema baca idenya sudah ada sejak 9 tahun yang lalu, ALNI sangat tertopang dengan penampilan para pemainnya yang padu dan prima. Untuk barisan pemain senior, sudahlah gak usah dibahas. Mereka selalu tampil jauh dari mengecewakan. Reza Rahadian kembali menunjukkan potensinya sebagai calon bintang besar. Penampilan aktor yang sudah Gilasinema sukai sejak tampil di Film Horor ini terlihat matang dan dewasa serta bisa mengimbangi para pemain senior. Ekspresinya di penghujung film benar-benar mantap. Kalau boleh berpesan, Mas Reza ini jangan nglakuin hal-hal yang macam-macam ya. Sayang sekali dengan potensi besar yang kau miliki (sok banget ya hehehe). Asrul Dahlan yang aksi bagusnya di King kurang dilirik, juga pantas diberi tepuk tangan. Sedangkan untuk Ratu Tika Bravani, dia pantas diberi lebih banyak kesempatan untuk tampil. Para anak-anak jalanan juga tampil bagus dan natural. Tidak sia-sia mereka digodok selama dua bulan. Alangkah Lucunya (Negeri) Ini adalah sebuah film yang wajib tonton, dan setelahnya kamu bakalan dibuat yakin ALANGKAH TIDAK LUCUNYA NEGERI INI!

Review: Drag Me To Hell

| | |

"Soon it will be you, will come begging to me.."

Drag Me To Hell (2009) bercerita tentang Christine Brown (Alison Lohman) seorang loan officer di salah satu perusahaan dan menjadi kandidat kuat menjadi calon asisten manager. Suatu hari, seorang wanita gypsy tua bernama Sylvia Ganush (Lorna Raver) memintanya untuk memberikan extension atas rumahnya yang bakal digusur. Karena wanita tersebut sebelumnya telah diberi 2x extension, dan juga untuk menunjukan bahwa ia (Christine) memiliki guts untuk membuat tough decision kepada bosnya, Christine terpaksa tidak memberikan extension terhadap wanita tua tersebut. Setelah wanita tua tersebut memohon2 dan accidentally di buat 'malu' oleh Christine, wanita tersebut kemudian mengutuknya. Semenjak itu, hidup Christine selalu terganggu roh2 halus. Dan ia hanya memiliki 3 hari sebelum ia 'dikirim' ke neraka...

Things I noticed...
  1. Drag Me To Hell definitely a Hell of an entertainment!!! Better than what I had expected it. The horror's good and the thrills are both shocking and (surprisingly) fun.
  2. The story itself, it's kinda short and simple. That's why it's whole lot easier to understand. Well not every good movie has to have a deep & complex stoy, right? Sometimes, the simplest story makes the biggest impression (mulai nge-quote ngaco)
  3. Personally, film ini ga serem (apa karena gw suka & sering nntn film horror?). Serius, hantu nya malah lebih serem yg di Coming Soon (yg sedikit mengecewakan itu). Tapi film ini sering banget ngagetin! Tambahan musik/score yg super duper kenceng juga menambah ke-kagetan.
  4. I, myself, was little bit surprised with a few funny lines/dialogs/scenes. Serius, gw sampe ketawa2 melulu di XXI, apalagi nntnya bareng anak2 sekelas lagi, mana pada ngelawak semua hahaha some parts turned out so cheesy, but I love most of it.
  5. I read somewhere about the same formula (horror with a lil taste of comedy) that Sam Raimi, the director, used in his former same-genre and legendary movie (so they say), Evil Dead, and the sequel(s). Gw harus bener2 nntn film2 itu!! Hahaha
  6. Let me warn you about some of the disgusting scenes in this movie. There were a few of them. And when I meant disgusting, they truly are.
  7. Roh2 yang berada di film ini berbeda dengan film2 horror jaman sekarang. Seems a bit old-fashioned. Jadi nya sedikit membuat 'fresh'. And the effects they're using; not bad.
  8. Love Alison Lohman here! Walaupun kadang2 suka lebay sih, tapi menurut gw udah cukup bagus. Same with the rest of the cast.
  9. The ending... Udah mulai agak ketebak di menit2 terakhir film berjalan. Sedikit predictable, but I think it's a well-done. Dan gw gak akan ngebocorin apa2 lagi, soalnya lebih enak kalo nonton tanpa ada bayangan sama sekali hahaha
So, the conclusion...
Mengalahkan Angels & Demons dalam peringkat Best Summer Movies 09 So Far dalam list gw (tentu belom termasuk Up, Transformers & Harry Potter). Tipikal film horror yg dipenuhi adegan ngagetin & disgusting. Cocok buat ditonton rame2. Di film ini juga ada sedikit tambahan bumbu2 komedi yang membuat film ini ga terlalu serius, jadi kesannya real + ga dibuat2. Seperti yang gw bilang, A HELL OF AN ENTERTAINMENT!! Good job, Mr. Raimi!!

Review: Avatar

| Kamis, 06 Januari 2011 | |

"You're not on Kansas anymore, you're on Pandora, ladies and gentlemen"

Avatar (2009)
Bermula ketika planet Bumi sudah kekurangan energi, para manusia kemudian menemukan planet Pandora yang memiliki kekayaan energi yang melimpah ruah. Upaya untuk mengambil energi di planet tersebut ternyata tidak mudah. Selain karena udara yang tidak bersahabat, ada juga faktor dari 'penduduk' lokal planet tersebut, bangsa Na'vi, makhluk yang menyerupai manusia (dan sedikit mirip monyet hahaha) dengan kulit biru dengan kemampuan berhubungan dengan alam. Source energi terbesar dalam planet Pandora terletak tepat dibawah tempat tinggal mereka.
Jake Sully (Sam Worthington) adalah mantan angkatan laut yang lumpuh. Ketika kakaknya meninggal, ia terpaksa harus mengikuti sebuah proyek Avatar, yaitu menggunakan pikirannya untuk mengontrol Avatar body yang diciptakan mirip dengan bangsa Na'vi. Pada saat percobaan pertamanya, Jake malah tanpa sengaja tersesat dalam hutan Pandora. Dalam usahanya mempertahankan diri dari makhluk-makhluk ganas, ia diselamatkan oleh Neytiri (Zoe Saldana), seorang putri bangsa Na'vo. Melihat sesuatu yang menarik dalam diri Jake, raja bangsa Na'vi menugaskan Neytiri untuk mengajari Jake untuk hidup sebagai Na'vi. Di lain pihak, Jake juga ditugasi untuk meyakinkan bangsa Na'vi untuk pindah dari home tree mereka agar source energi dibawahnya dapat diambil, kalau tidak, pihak manusia akan merusak hutan dan mengambil dengan paksa. Hal ini lah yang menjadi dilema bagi Jake. Jake yang akhirnya keburu jatuh cinta dan terkesan dengan bangsa Na'vi dan Pandora (dan juga Neytiri), juga harus memikirkan bahwa dengan sumber energi itulah bumi yang sedang sekarat dapat terselamatkan. Siapa yang akhirnya ia bela?

Salah satu film termegah tahun ini. James Cameron, sineas yang membawa kita kepada film terbesar abad ini, Titanic, kini kembali lagi dengan sebuah film yang sangat mengedepankan teknologi (yang katanya) super canggih. Promosi yang sebenernya tidak terlalu besar-besaran sudah terbayar dengan nama Cameron dan berita bahwa film ini menghabiskan hampir setengah milliar dollar dalam proses pembuatannya. Film ini menjajikan effect yang luar biasa menawan. Dengan segala kelebihan-kelebihan yang disampaikan bulan-bulan sebelumnya, gw menjadi sedikit antipati terhadap salah satu film paling ditunggu akhir tahun ini. Kenapa? Karena dari experience2 yang gw dapet, high expectations could lead into major disappointment. Ternyata gw salah. Film ini benar2 membuat gw terkesima.
Benar memang cerita film ini klise dan gampang ditebak. Agak sedikit mengingatkan gw dengan Princess Mononoke malah (gw doang ya yang mikir gitu? tapi emang mirip kan?). Tetapi ceritanya mengalir dengan asik. Walaupun agak sedikit kelamaan pun tetep aja gw gak kerasa nontonnya. Kelamaan juga mungkin karena runtut banget ceritanya pas Jake bener2 harus belajar menjadi seorang Na'vi. Di awal-awal film mungkin sedikit menjemukkan menurut gw, karena memang gak sabar sama Pandora nya hahaha Belom lagi action sequence dan battle terakhir yang.. GILA! Magnificent! Oiya thumbs up juga sama para cast yang bermain dengan baik, walaupun belom sempurna juga. Para cast manusia nya oke, bangsa Na'vi nya juga gak kalah baik, walaupun pake CGI, tapi agak keliatan sedikit akting2 para pengisi suaranya.
The best part of this movie, as you guys maybe have already known: the effects. The graphics were spectacular. Mulus banget dan penuh warna-warna yang enak banget buat dilihat. Tampilan planet Pandora yang heavenly tertangkap jelas banget sama special effect yang canggih banget itu. Ditambah lagi dengan creatures2 yang sangat amat unik. Pinter banget itu yang bikin, keren2 soalnya, kayak gabung2in hewan-hewan bumi jadi bentuk yang gak jelas gitu hahaha gw suka banget sama 'naga'nya.As for the Na'vis, pretty cool ideas. Agak geli-geli juga sih ngeliat suku ini awalnya. Dengan tampilan seperti manusia kulit biru (inget baru2 ini belajar tentang mutasi gen manusia biru *beneran ada*) tapi kelakuan primitif, maksudnya hidupnya kayak macem Tarzan, jalannya juga hahaha Gw juga suka sama ada rambut-rambut halus dibalik rambut mereka yang panjang yang gunanya untuk berhubungan dengan binatang-binatang di Pandora.

Gw merekomendasikan lo untuk nonton yang 3D. Sebenernya pun tanpa 3D, kata orang-orang juga film ini memang sudah cukup spektakuler dalam hal grafis. Tapi kayaknya 3D memang lebih nampol. Ya tapi ketika nntn 3D lo harus menerima resiko nntn tanpa subtitle. Tapi sih gw fine-fine aja. Soalnya karena memang cerita nya gak terlalu berat dan masih dapat dimengerti, gw juga udah ngerti garis besar ceritanya. Jadi kalau memang nonton yang 3D, kalau bisa udah ngerti ceritanya sebelumnya, biar gak rugi-rugi banget lah. Tapi walaupun terlanjur pun, lo masih akan termanjakaan dengan tampilan visual nya yang... udah lah gak usah gw ungkapkan lagi hahaha
Overall sih film ini sebenernya sangat pas untuk dijadikan film hiburan dan sangat cocok memang dengan atensi yang diberikan pada film ini. Gembar-gembor film ini beberapa minggu lalu ternyata sebanding dengan hasilnya sendiri. Gw gak kecewa nntn film ini dan gak kecewa dengan cerita serta CGI nya yang dijanjikan sangat canggih. Tapi jika dinobatkan sebagai one of the year's best? Hmmmm bisa sih diselipkan, tapi sepertinya masih ada film-film yang sedikit lebih baik dari film ini (baca: District 9 hahaa). Tetapi nominasi Golden Globe untuk Film Terbaik memang masih pantas-pantas saja kalo disematkan untuk Avatar.

Sebagai film yang ditunggu-tunggu, film ini melebihi ekspektasi gw. Ceritanya yang klise tetap berjalan dengan lancar, ditambah dengan grafis yang yang wah banget. Durasi nya yang 2,5 jam-an memang sedikit berlebihan dan sebenarnya agak bisa dikurangin, cuman dengan tampilan visual yang mencengangkan itu, kayaknya 2,5 jam terasa begitu cepat. Keragaman budaya suku Na'vi sampai makhluk-makhluknya menjadi sebuah hiburan tersendiri. Sebuah masterpiece baru dari sang sutradara Titanic. Hanya waktu yang bisa menjawab apakah Avatar akan menyamai kesuksesan gemilang dari Titanic -- film terlaris sepanjang masa dan 11 Oscar diraih? We'll see..

Review: Saw VI

| | |

"Live or die, make your choice"

Saw VI (2009)
Perlu gw ceritain cerita film yang udah masuk seri ke-6 ini? Bagi yang gak tau serial Saw, film ini bercerita tentang serial-killer yang menangkap orang-orang yang dianggapnya tidak menghargai hidup dan menguji mereka dalam sebuah 'tes' gila untuk dapat bertahan hidup. Jigsaw killer, begitulah John Kramer (Tobin Bell), dipanggil oleh polisi dan media massa. Dalam film-film sebelumnya, diceritakan bahwa John terkena sebuah tumor ganas yang lambat laun memangsa dirinya. Sebelum ia meninggal pun, John dengan sangat pintarnya masih dapat menyusun rangkaian lika-liku tes-tes maut serta mempersiapkan 'penerusnya'.
Dalam film ke 6 ini, *sedikit Spoiler sih* penerus Jigsaw, detektif Mark Hoffman (Costas Mandylor) juga terus melanjutkan petuah dari Jigsaw. Kali ini, korbannya adalah seorang pimpinan asuransi kesehatan yang harus melalui tes dimana ia harus memutuskan siapa bawahan-bawahannya yang hidup dan siapa yang tidak.

Dari seri-seri sebelumnya pun sebenarnya kualitas film ini bisa ditebak. Cheesy story, bad acting, bad dialog & lines, complicated and more complex tests. Jujur, gw sangat menikmati Saw pertama dan kedua. Menurut gw, kedua film itu adalah 2 dari thriller psikologi terbaik yang pernah gw tonton. Tetapi sejak seri ketiga dan seterusnya, kualitas film ini cukup menurun drastis. Dari kisahnya yang sangat unik, lama kelamaan bikin muak karena jalinan ceritanya yang tambah rumit. Ujian maut nya pun semakin kesini semakin brutal, tak bermoral dan terlalu ribet. Belom lagi salah satu ciri khas Saw yaitu twist ending di setiap filmnya. Di film ini, twist endingnya yang paling gak kerasa. Apa karena sudah ketebak ya polanya? Tapi gw akuin ceritanya film ini mungkin sedikit lebih berbobot dari seri ke-4 dan ke-5.
Tapi gw gak mau munafik, gw pasti selalu penasaran dengan seri yang satu ini. Jelas, bahwa film ini tidak menawarkan sesuatu yang fresh dan sensasi thrilling seperti film awalnya. Tapi entah kenapa gw selalu penasaran dengan ceritanya dan tentu aja tes-tes yang ada di film ini. Walaupun lama-lama makin aneh dan ga jelas, tapi tetep aja bikin penasaran hahaha sempet terkesan juga sama 'russian roullette' versi Saw di film ini. Walaupun film ini pendapatannya paling rendah dari seluruh film Saw dan tidak menjadi peringkat 1 box-office, tapi kocek yg didapat selalu berkali-kali lipat dari budget yang dipakai. Ini yang katanya membuat Lionsgate udah teken kontrak sampai seri ke-10. Game over? Not yet!

ALICE IN WONDERLAND

| | |





Dated Released : 5 March 2010
Quality : BRRip 720p
Info : imdb.com/title/tt1014759
Starring : Johnny Depp, Mia Wasikowska
Genre : Adventure | Family | Fantasy
_________________________________


Download File [600MB-mkv]
___________________________
Download Subtitle Indonesia
Download Subtitle English


____________________________________________________________________________________
R E S E N S I

Tak terasa waktu telah bergulir dengan cepat. Alice (Mia Wasikowska) kini telah berusia 19 tahun dan melupakan segala petualangan yang sempat ia alami ketika masih kecil. Alice tak akan ingat jika saja petualangan itu tak datang lagi kepadanya tepat ketika ia sedang berada di sebuah pesta.

Alice yang sedang berada di sebuah pesta tiba-tiba menyadari bahwa ia akan segera dilamar di hadapan para pengunjung pesta saat itu. Merasa tak siap menghadapi itu, Alice pun mencoba untuk menghindar. Saat berusaha melarikan diri inilah Alice bertemu White Rabbit (Michael Sheen) yang membimbingnya masuk ke lubang yang ternyata menuju ke Wonderland.

Sepeninggal Alice sepuluh tahun sebelumnya, terjadi sebuah kudeta. Red Queen (Helena Bonham Carter) berhasil mengambil alih kekuasaan dari White Queen (Anne Hathaway). Seluruh penghuni Wonderland hanya bisa menunggu waktu yang tepat sambil mempersiapkan diri untuk merebut kembali kekuasaan dari Ratu yang jahat ini.

Kembali bertemu Cheshire Cat (Stephen Fry), Tweedledee dan Tweedledum (Matt Lucas), March Hare (Noah Taylor), Mad Hatter (Johnny Depp) dan Caterpillar (Alan Rickman), ingatan masa lalu Alice pun kembali. Kini Alice menjadi tumpuan harapan semua penghuni Wonderland yang telah lama hidup dalam tekanan

NINJA ASSASSIN

| | |


NINJA ASSASSIN
Date Released : 25 Nopember 2009
Quality : BRRip
Info : imdb.com/title/tt1186367
Lihat : Trailer
Starring : Rain, Naomie Harris, Sung Kang
Genre : Action | Crime | Drama | Thriller
_________________________________




 
____________________________________________________________________________________
R E S E N S I

Semua orang mengira bahwa Ozunu Clan, sebuah klan pembunuh yang tak akan ragu-ragu menghabisi nyawa orang, hanyalah sebuah mitos yang hidup dalam masyarakat selama ratusan tahun. Tapi mitos itu adalah sesuatu yang nyata buat Raizo (Rain) karena Raizo adalah bagian dari Ozunu Clan. Raizo adalah salah satu mesin pembunuh klan ini.

Raizo telah menjadi bagian dari klan ini sejak ia masih kecil. Raizo diculik kelompok ini dan selama bertahun-tahun dilatih menjadi mesin pembunuh yang efektif. Satu kesalahan Ozunu adalah membunuh sahabat baik Raizo dan peristiwa tragis ini membuat Raizo menjadi musuh besar kelompok yang tak pernah diketahui keberadaannya ini. Raizo bersumpah akan membalaskan dendam sahabatnya dan melarikan diri dari Ozunu Clan.

Di saat yang bersamaan, seorang agen Europol bernama Mika Coretti (Naomie Harris) yakin bahwa ada sebuah sindikat pembunuh dari Timur Jauh yang terkait serangkaian peristiwa pembunuhan para petinggi politik di banyak negara. Tak mengindahkan perintah Ryan Maslow (Ben Miles), atasannya, Mika pun melanjutkan penyelidikannya.

Ozunu Clan yang mengetahui bahwa Mika mencurigai keberadaan mereka kemudian memerintahkan Takeshi (Rick Yune) untuk menghabisi agen Europol ini. Kalau tanpa bantuan Raizo, Mika bisa jadi sudah mati di tangan Takeshi. Tak punya pilihan lain, kini Mika hanya bisa mengandalkan bantuan Raizo untuk menggulung komplotan pembunuh yang berbahaya ini.

Review: Kambing Jantan

| | |

2 jam yang gak penting


First thing first = this movie is as cheesy as italian cheese <-- what the?

Gw bingung sama pencetus ide ngebuat novel goblok KambingJantan jadi sebuah film. Mau dibawa kemana arah film nya? Secara novel nya tentang catatan harian bung Raditya Dika dalam periode waktu yang loncat2, walaupun banyak yang berhubungan. Gw sih punya banyak harapan kalo film ini bakalan jadi bagus. Karena novel nya best seller (seperti Ayat-Ayat Cinta hahaha) pasti di garap sama crew yang jempolan.

Harapan gw jatoh tiba2 denger review di kaskus.us ttg KambingJantan. Sebenernya harapan gw udah jatoh dari sebelum2nya gara2 liat trailer nya yang sangat amat tidak menjanjikan. Basi, sorry to say. Gak ada konflik di trailer nya jadi males nntn, tapi tetep lah penasaran.

Balik lagi ke masalah review di kaskus, gak sedikit yg bilang kalo film ini totally not recommended. Udah bener2 low expectation bgt tuh. Tapi tetep penasaran. Nah jadi akhirnya gw nntn juga, berhubung di pejaten village, xxi baru, jadi murah cuman 15rb. First impression = JAYUS PARAH

Bukan maksud gw untuk menjelek2an film Indonesia ya cuman emang bener film ini jelek bgt. Ya, film ini gak sejelek film2 horor/komedi/seks kacangan yang sekarang lagi nge trend. Banyak dari film2 Indonesia yg mungkin lebih buruk dari ini. Tapi film2 kacangan itu emang udah ketauan jelek nya kan dari awal. Lah kalo KambingJantan, pasti banyak orang2 punya harapan besar dong. Karena udah ngeliat hasilnya, pastilah rasa kecewa lebih besar daripada nntn film2 kacangan itu.

Perbandingan cerita di novel nya pun banyak yg beda. Film ini cuman menekankan kisah cinta Raditya "kambing" Dika sama pacarnya 'Kebo' yang harus ngejalanin long distance relationship karena Dika harus kuliah di Adelaide.

Apa sih yang salah dari film ini? Akting. Plis, Dik, lo udah cocok kok cuman nulis, ga usah dipaksain akting. Sori bgt nih kalo lo tersinggung, tapi itu dari lubuk hati gw yang paling dalem hahaha Naskah nya juga, sebenernya sih mungkin udah di set sejayus mungkin. Tapi pembawaan Dika yang kaku, ngebuat dialog2 nya jadi hambar. Jadi jayus. Pemeran2 pembantu juga sayangnya gak ngebantu banyak

Trus lagi2 masalah naskah. Dialog nya nih jayus bgt dan ga jelas mau dibawa kemana. Jadi sebenernya kita cuman disuguhin cerita cinta nya dika dan kebo + dika sadar kalo dia salah pilih jurusan. Segitu cuman 2 jam??? Kenapa? Banyak tempelan2 ga penting, bahkan keliatannya cuman film ini isinya tempelan2 ga penting + cinta2an sama salah pilih jurusan. Jadi kayak makan sambel pake nasi. Film ini disingkat jadi 30 menitan juga bisa. Di Adelaide nya pun cuman berapa scene sih? Padalah pesan ttg salah jurusan tuh bagus bgt, cuman disini kesannya jadi tempelan doang.

Gw lagi2 bilang kalo gw bukan movie expert dan gw juga gak bermaksud untuk menghina film Indonesia. Tapi apa mau dikata, itulah yang ada dalam hati gw abis nntn film ini = kecewa. besar. Plis bagi yang mau nntn, pikir2 lagi deh. Gw ga ngelarang lho, cuman ya, pikir2 lagi aja.

Review: Inception

| | |

"Dreams feel real while we're in them. It's only when we wake up that we realize something was actually strange"

THIS REVIEW MAY CONTAIN SPOILERS. READ AT YOUR OWN RISK.
Inception (2010)
Domm Cobb (Leonardo DiCaprio) adalah seorang pencuri mimpi ulung. Ia mampu mencuri berbagai informasi rahasia melalui mimpi-mimpi seseorang. Tugasnya untuk mencuri mimpi seorang petinggi di perusahan energi, Saito (Ken Watanabe) yang berujung kegagalan nyatanya malah membuat Cobb ditawarkan sebuah pekerjaan oleh Saito. Cobb diminta oleh Saito untuk masuk ke dalam mimpi Robert Fischer Jr. (Cillian Murphy) dan menanamkan sebuah ide baru ke dalamnya, istilah lainnya adalah inception. Fischer sendiri adalah seorang ahli waris perusahaan energi yang menjadi saingan perusahaan Saito. Saito ingin membuat Fischer untuk menutup perusahaan ayahnya agar perusahaan Saito lah yang menjadi perusahaan nomor 1 di dunia. Melakukan inception sendiri bukanlah suatu hal yang mudah karena melibatkan lapisan-lapisan mimpi yang harus diciptakan agar misi tersebut sukses dilaksanakan.
Berkat penawaran Saito dan perjanjian yang menguntungkan untuk Cobb, ia kemudian membentuk suatu tim yang akan membantunya melaksanakan misi yang membahayakan tersebut. Pertama ada Arthur (Joseph Gordon-Levitt), seorang yang selama ini sering ikut serta dalam misi-misi Cobb. Lalu direkrutlah Eames (Tom Hardy), Ariadne (Ellen Page) dan Yusuf (Dileep Rao), yang masing-masing memiliki tugasnya masing-masing. Tanpa yang lain ketahui, Cobb memiliki suatu kelemahan, yaitu proyeksi mendiang istrinya, Mal (Marion Cotillard) yang selalu mengganggu dan menggagalkan misi-misi Cobb. Berhasilkah mereka semua?

Inception was really a mind-blowing movie! Tanpa basa basi, gw akan mencoba untuk mereview film paling rahasia tahun ini menurut pemikiran gw sendiri. Gw mungkin bisa membagi film ini menjadi beberapa bagian. Bagian yang pertama, atau 30 menit awal, adalah bagian penjelasan. Bagian ini mungkin agak sedikit memusingkan, tetapi disinilah kita bisa mengerti sebagian besar mengenai dunia ciptaan Nolan yang satu ini. Perekrutan Ariadne yang benar-benar baru dalam dunia mimpi ini bisa dikaitkan juga dengan kita yang belum mengenal seluk beluk dunia tersebut. Pengenalan totem disini juga membuat kita mengerti bagaimana mereka bisa membedakan antara mimpi dan realita (nice one, Nolan!). Bagian kedua, atau 30 menit berikutnya, adalah bagian persiapan. Kalau pada 30 menit awal kita mulai diperkenalkan dengan konsep dunia mimpi ini, dalam bagian ini, kita akan masuk lebih dalam mengenai apa saja rencana Cobb. Apa saja yang harus dipersiapkan, ide-ide cara pelaksanaannya dan semacamnya.

Nah bagian selanjutnya adalah bagian pelaksanaan. Rencana yang terlihat sudah sangat matang dipersiapkan nyatanya tidak berjalan semulus yang mereka perkirakan. Banyak juga resiko-resiko yang luput diperhitungkan, seperti pertahanan bawah sadar Fischer (bravo Nolan, karena dengan ini, jadi ada sosok antagonis), mystery guilt yang dipendam oleh Cobb terhadap Mal, sampai dengan perkenalan dunia limbo, atau dunia antah berantah antara mimpi dan realita. Then it leads us to the ending, beberapa teka-teki terungkap yang berakhir pada suatu, IMO, open ending. Apakah totem milik Cobb berhenti? Atau tidak? Sayangnya layar sudah terlanjur diganti dengan closing credit.

Layaknya film ini, Nolan tak hanya memberikan satu lapisan saja untuk Inception. Selain main storyline tentang penginjeksian ide ke dalam mimpi, ada juga cerita mengenai sosok Mal yang terus menghantui Cobb. Bagaimana penyesalannya terhadap kematian Mal dan kejauhannya dengan anak-anaknya ternyata sangat membahayakan misi-misi Cobb. After all, di ending, film ini akan berfokus kepada kelegaan dan penerimaan kenyataan oleh karakter Cobb. Ada lagi tentang hubungan antar ayah dan anak keluarga Fischer. Walaupun hanya mimpi, dan gw tidak mengetahui apakah ini nyata atau tidak, adegan ketika Fischer Jr. mengetahui rahasia dibalik brankas milik ayahnya menurut gw sangat mengharukan.

Kedetilan Nolan dalam menciptakan ide yang out of the world ini patut diacungi jempol. Siapa yang mengira awalnya kalau kita bisa melakukan pencurian ide melalui mimpi? Bahkan dream within dream? Atau inception? Hal hal seperti totem, limbo, atau perubahan sifat para proyeksi ditulis oleh Nolan dengan sangat baik. Sepertinya Nolan benar-benar fokus agar tidak terdapat adanya hole yang bisa meruntuhkan idenya tersebut. Tapi walaupun ada juga, toh ini adalah dunia mimpi yang ditulis sendiri oleh Nolan. Seperti bagaimana Eames bisa merubah tampilan fisik dirinya pun gw masih tidak terlalu mengerti. Selain dari dunia mimpi, pentingnya jenis pesawat yang mereka gunakan (Boeing berapa ya? lupa) agar misi mereka berhasil juga menjadi satu detil yang rasanya benar-benar dipikirkan matang-matang. Kalau di film lain mungkin tidak akan pernah disinggung. Setting yang digunakan oleh Nolan juga tak kalah imajinatif. Dari pelosok kota, sampai gunung bersalju. Dari koridor hotel hingga pantai antah berantah.

Fakta bahwa Inception ini sendiri adalah suatu film yang menuntut kita untuk berfikir sepanjang film (in a good way, though) sebagai suatu film summer mungkin memang jarang terjadi. Bahkan setelah film selesai pun diskusi tentang film ini sepertinya sulit untuk dihentikan. Film summer itu biasanya tidak terlalu memikirkan cerita, yang penting menghibur. Explosion sana-sini sudah sangat dimaklumi. Hadirnya The Dark Knight tahun lalu, sepertinya meruntuhkan anggapan bahwa film summer tidak harus pintar. Terbukti dengan racikan yang pas antara plot yang baik dan adegan aksi yang mendebarkan juga sangat menguntungkan. Sebenarnya sih memang ada yang seperti ini, namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Inception sendiri menghadirkan banyak adegan aksi yang breathtaking. Bisa diambil contoh, adegan perseteruan antara Joseph Gordon Levitt dan proyeksi alam bawah sadar Fischer dalam suatu keadaan anti-gravity bisa dibilang sangat amat seru sekali (maaf atas hiperbolanya, lol). Scene menegangkan ketika penceburan van, ataupun adegan-adegan baku tembak yang juga gak kalah heboh.

Permainan para pemainnya pun juga bisa dibilang oke. Not that outstanding, but not bad either. Leonardo DiCaprio berakting lumayan baik disini. Gw lebih suka di Shutter Island tapi. Joseph Gordon Levitt dan Tom Hardy bermain cukup prima. Dua karakter ini lah yang tak jarang menghibur dengan beberapa celetukan atau adegan yang memancing senyum. Akting-akting dari aktor lain juga pas. Alunan musik menegangkan karya Hans Zimmer yang sekilas mirip dengan score Dark Knight ini juga turut membangun tense dalam film ini. Tidak adanya embel-embel 3D pun gak membuat film ini lack of special effect. Membuat jalan kota tergulung layaknya karpet atau jembatan yang terbangun sendiri sangat seru untuk ditonton.

Inception akan memperkukuh Nolan sebagai salah satu sutradara terbaik yang pernah ada. Dengan ide yang fresh (walaupun memang terinspirasi dari beberapa film) dan kompleks, Nolan telah menciptakan suatu dunia imajinasi yang sangat asik untuk dinikmati. Keribetan dan kedetilan Inception mungkin akan sedikit membingungkan, tetapi Nolan mempersembahkan itu dengan sangat elegan. Memiliki cerita yang pintar, dibumbui dengan adegan aksi yang heboh dan special effect yang amazing, Inception adalah salah satu film summer terbaik tahun ini (in some point, gw masih memilih Toy Story 3 untuk yg terbaik). Walau begitu pun, proyek yang mungkin paling rahasia tahun ini, terbayar dengan memuaskan. Selamat Nolan, satu lagi film yang akan membuat track-listing Anda semakin cantik.

Review: Toy Story 3

| | |

"Andy's going to college, can you believe it?"


Sekuel kedua dari pelopor animasi CGI ini menceritakan bertahun-tahun setelah filmnya yang kedua. Woody (Tom Hanks), Buzz Lightyear (Tim Allen) dan teman-teman sesama mainannya harus menerima fakta bahwa pemilik mereka, Andy, sudah beranjak dewasa. Dalam beberapa hari, Andy akan meninggalkan rumah untuk memasuki masa-masa kuliah. Para mainan Andy, yang juga sudah bertahun-tahun tidak pernah dimainkan lagi, kini menjadi panik. Bagaimanakah nasib mereka nantinya ketika Andy meninggalkan mereka?
Berawal dari suatu kesengajaan, kelompok mainan tersebut harus terdampar di sebuah day-care. Mainan2 lain, selain Woody, merasa excited dan senang dengan suasana tempat tersebut ketika mereka datang. Belum lagi sambutan hangat dari sang 'ketua' day-care tersebut, Lotso 'The Hugging Bear' (Ned Beatty). Woody berusaha untuk mengajak teman-temannya untuk kembali ke Andy, tapi tentu saja teman-temannya menolak. Apa yang mereka tidak ketahui adalah ternyata tempat tinggal baru mereka bukanlah seperti yang mereka bayangkan, ditambah dengan niat terselubung Lotso dan antek-anteknya.

Toy Story seperti yang gw bilang, adalah pelopor film animasi CGI. Sekuelnya juga menjadi sekuel pertama yang dibuat dengan teknik sama. Kedua film tersebut bisa dikatakan sangat monumental, dilihat dari kesuksesan dari kualitas maupun finansial. Ada sedikit keraguan ketika terdengar kabar seri ini akan kembali dibuat sekuelnya. Menunggu-nunggu sudah jelas, sebagai generasi yang tumbuh bersama karakter-karakter tersebut, kangen rasanya melihat aksi mainan-hidup kembali. Tapi pastilah gw merasa agak sedikit sangsi apakah kualitas film ketiga ini akan menyamai senior-seniornya? Apakah kru Disney Pixar kembali mencengangkan dan memenuhi ekspektasi gw? Jawabannya: major yes. Setelah 11 tahun kita ditinggalkan oleh Woody dkk, akhirnya mereka kembali dengan petualangan yang lebih seru. Lee Unkrich, yang sebelumnya menjadi editor dan co-director di 2 film awal, kini duduk di bangku sutradara. Unkrich akhirnya berhasil mewujudkan mimpi gw dan tentu saja orang-orang yang telah menunggu film ini dengan sebuah film yang sangat entertaining.

Sudah lah gak perlu lagi bahas mengenai masalah animasi yang sudah jelas Pixar berada di tingkat atas, dengan segala detil dan halusnya animasi yang mereka ciptakan. Salah satu keunggulan Disney Pixar dibandingkan produk studio lain adalah ceritanya yang selalu bagus, lucu dan menyentuh. Sama seperti pendahulunya, Toy Story 3 memiliki lawakan-lawakan cerdas, hilarious, dan original. Siapa sih yang akan menyangka mereka akan memberi 'tubuh' lain untuk Mr. Potato Head? Atau mereset ulang Buzz menjadi versi Spanyol? Dan tentu masih banyak lagi bagian-bagian yang membuat gw terbahak-bahak. Disini mungkin kelebihan tim penulis Disney Pixar, yang menulis jokes-jokes yang fresh di setiap filmnya. Salut. Karakter-karakter baru yang jumlahnya lumayan banyak dan dengan karakteristik yang berbeda-beda juga semakin memperkaya hiburan yang disuguhkan film ini.

Hebatnya lagi, cerita film ini ditulis sedemikian rupa untuk mengaduk-aduk emosi. Openingnya yang awalnya seru diakhiri dengan sebuah sentuhan sendu ketika musik 'You've Got A Friend In Me' terhenti. Sepanjang film, adegan-adegan kocak, medebarkan sampai yang mengharukan benar-benar menghipnotis penonton ke dalam serunya petualangan Woody kali ini. Kalau dulu gw menobatkan Up menjadi film Pixar paling mengharukan, kini posisi tersebut harus direbut oleh Toy Story 3. Beberapa menit akhir film ini, setelah kita disuguhkan dengan aksi seru petualangan Woody, kita dibawa menuju adegan-adegan mengharukan yang rasanya susah untuk gak ngeluarin air mata. Gw yakin sepertinya, kalo lo gak menitikkan air mata, atau minimal terharu menyaksikan film ini rasanya lo gak punya hati (lebay).

Apa yang gw suka lagi dengan film ini adalah, melihat dari seorang yang tumbuh bersama Toy Story, ada suatu kedewasaan dalam film ini. Life goes on, people grow up. Rasanya gak mungkin lah kita akan stuck dalam satu fase aja. Itulah yang terjadi pada Andy yang sudah dewasa (and I'm going to college this year too, so we're kinda the same). Itu yang gw suka dari Toy Story 3, mereka gak menulis cerita yang dipaksakan bahwa Andy sampe gede tetep main dengan boneka, dengan ending yang dibentuk dengan konklusi yang sepertinya 'rasional' tapi tetap membawa kepuasan bagi semua pihak. It's about letting go and moving on. Bukan hanya Andy saja, Woody pun harus melakukannya. Adegan terakhir antara Andy dan Woody menjadi salah satu adegan tersedih dalam film ini. Melihat pesan terakhir dalam film ini juga sukses membuat gw menitikkan air mata.

Faktor lain mengapa film ini gw anggap lebih 'dewasa' mungkin dibandingkan dengan yang pertama dan kedua, film ini memiliki lebih banyak adegan yang mendebarkan serta kadar aksi nya juga lebih banyak, apalagi di bagian ending, serasa mendapatkan petualangan seru bertubi-tubi. Sepertinya sih itu usaha buat para 'generasi Toy Story' yang juga sudah beranjak dewasa seperti gw ini mendapatkan lebih banyak kepuasan. Talking bout the ending, hhhh rasanya masih terbayang-bayang betapa cerdasnya ceritanya ditulis. Bagaimana sangat amat mengharukannya ketika para mainan 'menerima nasib mereka dan saling berpegangan tangan' atau ketika 'scene di rumah Bonnie' <-- Silahkan disaksikan sendiri, gak mau gw spoil. Oiya dan juga dengan running-time yang sepertinya agak lebih lama dibanding film-film animasi lain. Agak kerasa di belakang-belakang itu tadi, dengan aksi yang kok kayaknya gak selesai-selesai. I didn't mean it's a bad thing though. Dengan ekspetasi yang tinggi, nyatanya apa yang gw dapatkan melebihi infinity and beyond. Dari detik awal film ini bergulir, ledakan tawa, sorak, bahkan air mata pun tak kuasa gw tahan. Sebuah film hangat yang memiliki banyak pesan berharga, dan juga memiliki ending yang brilian dan memuaskan serta jauh dari klise. Segala macam hiburan yang disajikan, terjalin dengan sangat sempurna. Film ini gak hanya menghibur maupun menyentuh tapi juga mengajari kita banyak hal mengenai arti pentingnya persahabatan dan kebersamaan. Ditambah lagi dengan pengisi suara yang fenomenal. So far, film Summer terbaik tahun ini dan mungkin film terbaik tahun ini. Gw sangat yakin akan memasukkan film ini di list film paling memuaskan gw di tahun 2010. DisneyPixar, you will never fail me.

Review: Salt

| | |

"Salt, the name of the agent is Evelyn Salt"

Salt (2010)
Evelyn Salt (Angelina Jolie) ialah seorang agen CIA yang dilatih khusus untuk menjadi mata-mata. Nasib sial menimpa dirinya ketika seorang pembelot Rusia, Vassily Orlov (Daniel Olbrychski) tiba-tiba datang ke kantor rahasia CIA dan mengatakan rencana seorang mata-mata untuk membunuh presiden Rusia yang akan mengunjungi Amerika untuk menghadiri pemakaman wakil presiden Amerika saat itu. Orlov mengatakan bahwa agen rahasia tersebut bernama Evelyn Salt. Merasa ditipu, Salt yang panik pun berusaha melarikan diri dari gedung tersebut dan kecurigaan rekan-rekan kerjanya, termasuk Ted Winter (Liev Schreiber) dan Peabody (Chiwetel Ejiofor), untuk memastikan keselamatan suaminya, Michael Krause (August Diehl).
Tindakannya untuk menyelamatkan dirinya itu ternyata menambah kecurigaan bagi Salt. Aksi kejar mengejar pun harus terjadi antara Salt dan para agen CIA. Seiring waktu berjalan, mulailah terungkap misteri-misteri dibalik identitas asli Salt, pengkhianatan dalam CIA serta rencana besar yang mampu menyebabkan perang dunia.

Bukan rahasia lagi bahwa Salt ini awalnya adalah sebuah script yang ditunjukkan untuk Tom Cruise. Ketika aktor papan atas tersebut mundur, Angelina Jolie pun mengambil alih peran Salt setelah skenarionya disesuaikan dengan Jolie. Menjadi action chick sepertinya memang suatu kelebihan Jolie. Dimulai dengan Lara Croft dan sekuelnya hingga Mr. & Mrs. Smith, adegan-adegan action yang Jolie mainkan lumayan asik untuk dinikmati, apabila Jolie dianugerahi tubuh yang.... (isi sendiri). Tetapi entah kenapa, film ini kok agak kurang greget ya, terasa nanggung aja. Padahal film ini salah satu film dalam daftar Most Awaited Film buatan gw awal tahun lalu.

Mengharapkan film aksi yang mendebarkan, I ended up really disappointed. Yaah bisa dibilang adegan aksi dalam film ini standar banget, gak terlalu outstanding, walaupun sebenarnya masih dalam kategori layak dinikmati. Tapi kebanyakan menurut gw kurang masuk akal. I mean, come on, lompat bebas dari subway yang lagi jalan? Aksi terbang-terbangan di lift? Terjun bebas dari helikopter ke sebuah danau? Atau adegan loncat-loncatan antara truk dan kontainer yang terlewat klise? Sepertinya tokoh Salt memang diciptakan untuk menjadi seorang yang tahan banting, but unfortunately, I didn't buy it. Too over-the-top. Walaupun memang karakter ini dibuat kuat dengan resume bela diri yang baik, gw masih tidak percaya kalo seseorang bisa se-super ini, tanpa luka sedikit pun (ada sih, cuman dikit). Se-super apapun tokoh ini dibuat, rasanya tidak mungkin aja manusia bisa se-super itu. Lagi pula menurut gw Angelina Jolie memainkan Salt tidak istimewa-istimewa banget. Hmm gw agak heran ada beberapa adegan di trailernya yang entah kenapa gak ada di film, termasuk adegan sex-scenenya, lol. Apakah memang dihilangkan dari sananya atau di sensor di Indonesia ya?

As for Salt character, layaknya Inception, tokoh ini memiliki beberapa layer yang membuat kita bertanya-tanya sebenernya dimana sih Salt ini berpihak. Oke, agak spoiler sih, tapi bodo ah. Lack of character development juga menjadi faktor mengapa gw tidak terlalu simpati dengan Salt. Mengelabui musuh-musuhnya pun memang menjadi salah satu kelebihan karakter ini, sama seperti mengelabui penonton. Entah kenapa gw sepertinya udah bisa menebak dari awal siapa sebenarnya Salt hingga alasan mengapa ia melakukan hal-hal yang ia lakukan dalam film ini. From the moment she tried to run, actually. Oiya, ada satu alasan klise yang juga disinggung dalam film ini: love conquers all. Mau sekeras apapun lo di-didik, sekuat apapun lo di-trained, at the end of the day, it's all about the ones you love. Ini juga tidak membuat gw berpihak sama Salt karena menurut gw alasan itu cuman bullshit. Lah wong chemistry antara Salt dan sang suami, Mike aja jarang ditampilin, kalo ditampilin pun malah gak ada sparknya. Jadi ya gw tidak begitu percaya kalo Salt ini melakukan hal-hal tersebut atas nama cinta. Blaaah.

Kembali ke masalah film, Salt bisa dibilang memiliki beberapa plot holes yang cukup mengganggu. Naskah yang ditulis oleh Kurt Wimmer ini sebenarnya memiliki premis yang menarik sayangnya tidak disusun dengan sempurna. Gw masih agak heran mengapa seorang agen Rusia, hmm gak seorang juga sih, bisa dengan mudah menyusup ke dalam CIA, ataupun event yang dijaga ketat hingga masuk ke White *freakin* House. Possible sih sebenarnya tapi kayaknya agak dipaksakan. Endingnya yang malah makin menambah banyak pertanyaan sebenarnya bukan keputusan yang buruk, mungkin hint untuk dibuat sekuel film ini. Pertanyaannya adalah apakah akan ada? Melihat dari hasil film ini yang tidak begitu fantastis, sepertinya chance nya masih tipis. But it's Hollywood after all...

Sedikit out of this movie topic, sebenarnya ada satu hal yang menggelitik yang selalu gw pertanyakan di film-film action seperti ini. Bagaimana ya nasib orang-orang yang tanpa sengaja dirugikan oleh tingkah para karakter dalam film ini? Selain petugas-petugas yang mati sia-sia melawan ke-terlalu-superan tokoh utama, juga pemilik mobil-mobil yang rusak, pengendara motor yang motornya dicuri Salt, nasib room service yang laundry bajunya dicuri Salt, dsb. Hahaha rada ga penting sih, cuman gw rada kasian aja dengan kalo mikirin nasib-nasib orang yang tidak berdosa dan tidak tahu menahu sama apa yang terjadi sama mereka. Whos gonna pay for that? Well shit happens.

Salt bukan film yang jelek, tapi tentu saja bukan film yang bagus juga. Kalo boleh jujur, agak nyesel juga sih nonton film ini, untungnya dibayarin. Sebagai tontonan hiburan, Salt memang masih bisa dinikmati sebagai film yang cukup memacu adrenalin karena pace yang lumayan cepat. Twist-twist dalam film ini juga mungkin mampu membuat penonton tertipu dan menyukai film ini. Lupakan lah plot holes yang sebenarnya cukup mengganggu, ataupun adegan aksi yang tidak mungkin. Niat film ini memang untuk menghibur, sayang niatnya tidak terpenuhi dengan sempurna. Dalam beberapa bulan juga film ini akan mudah dilupakan. Lebih baik duitnya buat nonton Inception lagi hahaha Layaknya summer movie kebanyakan, film ini akan terlupakan in a matter of months, maybe weeks. Yah anggap saja Salt hanyalah suatu film yang dapat mengisi kekosongan kalo gak ada kerjaan.

Review: Harry Potter and the Deathly Hallows part 1

| | |



Plot: The boy who lived, Harry Potter (Daniel Radcliffe) akhirnya akan menginjak umurnya yang ke-17. Umur dimana ia tidak lagi dianggap hanya sebagai penyihir cilik, dan dimana perlindungan yang dulu mendiang Ibu nya berikan, akan terhapus. His nemesis, Lord Voldemort (Ralph Fiennes) juga mulai memperkuat dirinya serta antek-anteknya, Death Eaters, hingga mampu menguasai Kementrian Sihir. Semenjak aksi pengungsian dirinya dari rumah Dursley yang berakhir tragis, Harry dan kedua sahabatnya, Ron Weasley (Rupert Grint) dan Hermione Granger (Emma Watson), tahu bahwa keadaan akan menjadi lebih dark dan difficult di hari-hari ke depan. Sebuah petualangan mencari Horcruxes (kepingan jiwa) milik Voldemort yang juga tugas peninggalan dari Dumbledore pun harus dilalui oleh trio tersebut sebagai satu-satunya cara untuk dapat mengalahkan Voldemort.
Review: Sebuah pembuka so-called epic finale dari satu series yang dianggap sebagai motion picture event of our generation, which I totally agree with. Ketika keputusan untuk membagi dua seri terakhir Harry Potter menjadi dua bagian yang pertama gw pikir adalah kesel karena jadi harus nunggu lebih lama lagi untuk melihat aksi terakhir trio favorit gw di layar lebar. Tak sedikit juga yang berspekulasi bahwa Warner Bros bermaksud untuk memerah lebih banyak keuntungan ketika tahu bahwa series 'tambang emas' ini harus berakhir. But no, setelah menyaksikan Part 1, it's not about the money, it's about the story. Dibuka dengan sangat brilian dan emotionally relevant dengan adegan Hermione harus menghapus ingatan orang tua nya dan menghapus foto-foto dirinya. Adegan ini memang tidak tergambar di bukunya, hanya sebuah cerita yang Hermione ceritakan. Tapi dengan adanya adegan ini, film ini sudah menandakan bahwa it's not like any other Potter films. The stakes were higher, the situation were getting darker. Lupakan sejenak Prisoner of Azkaban yang gw anggap sebagai Potter's darkest film yet, Part1 sekarang sudah membuktikannya dengan cerita yang lebih kompleks dan korban-korban yang berjatuhan dimana-mana.
Melihat dari alurnya, Part 1 ini memang lebih cenderung ke arah drama. Pengubahan cerita yang dilakukan oleh Steve Kloves, sang screenwriter memang tidak terlalu signifikan. Bahkan bisa dibilang Part1 diadaptasi hampir seperti bab per bab dari bukunya. Untuk mereview filmnya tentu harus berpakuan pada cerita novelnya. Untuk ceritanya sendiri, Rowling memang ratunya dalam hal mengaduk emosi tanpa menghilangkan tingkat ketegangan. Untungnya lagi masih ada selipan humor-humor khas Rowling yang dipakai dalam film ini. Sebagai seorang pembaca, tidak sulit bagi gw untuk mengikuti alurnya. Mungkin untuk non-reader atau hanya mengikuti filmnya akan agak sulit mencerna banyak informasi. Singgungan cerita-cerita maupun tokoh-tokoh terdahulu yang diselipkan disini juga menjadi suatu nostalgia tersendiri. Seru melihat tokoh-tokoh lama bermunculan disini, yang juga banyak tambahan karakter-karakter baru (beberapa overdue yang harusnya muncul sebelum2nya) seperti Bill Weasley, Mundungus Fletcher, beberapa Death Eathers, serta si eksentrik Xenophillius Lovegood (Rhys Ifans).

Untuk divisi akting, trio Radcliffe-Grint-Watson memang sudah terlihat mendewasa seiring dengan filmnya yang semakin gelap. Walaupun jujur, masih terasa adanya awkward moment disana-sini, yang probably kesalahan terletak pada naskah, tapi hubungan antara mereka terasa lebih kuat. Akting-akting pemeran pembantu juga gak kalah heboh, walaupun porsi mereka sangat minim disini. Helena Bonham Carter yang menjadi si gila Bellatrix masih terasa menyeramkan, Jason Isaacs sebagai Lucius Malfoy juga terlihat menderita akibat tekanan batin sang Dark Lord. Part1 juga memanjakan kita dengan sinematografi gemilang, sama seperti Half-Blood Prince. Sepertinya akan mendapat Oscar nod lagi nih. Score nya juga walaupun tidak begitu gembar-gembor, masih terasa pas menjaga intens cerita.
Kembali ke adaptasinya, memang ada beberapa hal yang diganti untuk lebih mudah divisualisasikan dan tidak membuang waktu bertele-tele (movie-wise speaking). Tapi melihat penggambaran sempurna Seven Potters, breakout to Ministry, meeting with 'Bathilda', sampai penceritaan Deathly Hallows yang sepertinya harus digarisbawahi karena dibuat dengan sangat artistik, membuat gw sangat puas dengan adaptasinya. Seperti yang gw bilang, cerita Part1 ini memang terlihat lebih dewasa dari film-film sebelumnya. Karakter-karakter tidak sedikit yang kehilangan nyawa, satu adegan antara Harry dan Hermione yang berciuman mesra (walaupun hanya imajinasi), penyiksaan Bellatrix pada Hermione dan beberapa adegan lainnya memang terasa bukan adegan dalam film family-oriented lagi.
Salah satu hal yang membuat Part 1 menarik adalah unsur magic bukan lah menjadi suatu hal ditonjolkan atau dipusatkan, tapi special effectnya yang luar biasa mengagumkan benar-benar menyatu dengan cerita. Ingat bagaimana terkesannya kita ketika pertama kali quidditch dimainkan, ataupun saat Harry harus bertarung dengan naga dalam Goblet of Fire? Part 1 memang memiliki adegan-adegan dengan special effect yang seru. Aksi cursing (not profanity) dengan tongkat sihir, transformasi seven Potters, adegan dalam Ministry dibuat dengan natural. Memang agak terasa terlalu cepat antara pergantian sequence, tapi dengan alur yang dibuat menarik, jadi adegan demi adegan masih bisa enak dinikmati. Kalau Half-Blood Prince sempat dicerca karena membuat ending yang sangat menggantung dan anti-klimaks. Kloves dan Yates membuat keputusan tep at mengakhiri Part1 dengan adegan yang menyayat hati. Adegan kematian salah satu tokoh yang loveable dibuat secara dramatis dan lebih emosional daripada kematian Sirius maupun Dumbledore yang gw anggap tidak seru sama sekali.

Part 1 adalah sebuah pembuka yang memuaskan untuk ending Harry Potter, dengan fokus pada cerita yang mostly loyal dengan bukunya dan emotional feeling pada karakter-karakternya. The effect? Well it's a Harry Potter fi lm, you'll find the most sophisticated special effect you'll ever find these days. An emotional roller-coaster ride with magic blend in its core. Akting-akting para pemain utama juga ikut dewasa sesuai dengan atmosfir filmnya. Layaknya mengobati kesalahan Half-Blood Prince, ending film ini terasa sangat membuat penasaran dengan cliffhanger yang ditaruh dengan pas. Gw sejujurnya memang lebih menyukai the second half of the book, yang jauh lebih tegang dan seru. But to know what David Yates brought to the first half, I am really excited to watch the other part so freaking bad. July 2011, come sooner pleaseeeee.

Review: Zodiac

| | |



Plot: San Fransisco, akhir dekade 60an. Publik digegerkan dengan seorang serialkiller yang menamakan dirinya 'Zodiac'. Terror dari mass murderer tersebut bermula ketika satu surat kabar mendapat surat tantangan dari Zodiac. Dalam surat-suratnya, Zodiac mengaku telah membunuh belasan orang bahkan ia akan terus melakukan hal tersebut. Hal ini menarik perhatian seorang kartunis Robert Graysmith (Jack Gyllenhall) yang hobi memecahkan teka-teki dan jurnalis Paul Avery (Robert Downey, Jr.) Hal yang sama juga mengusik dua detektif, Inspector David Toschi (Mark Ruffalo) dan William Armstrong (Anthony Edwards). Kasus yang berlarut-larut ini nyatanya tanpa tidak disadari membuat mereka terobsesi. Sebenarnya siapakah sosok dibalik Zodiac itu?

Satu lagi sebuah film authentic dan seriously-created dari sutradara David Fincher. David Fincher dikenal dengan film-film thriller dan suspensenya seperti Se7en, Fight Club, The Game dan Panic Room serta film Oscar material seperti The Curious Case of Benjamin Button. Fincher pun saat ini sedang dibicarakan dimana-mana berkat film teranyarnya, The Social Network dipuji dimana-mana. Predikat Best Director untuk Oscar tahun depan memang masih sangat jauh untuk disematkan mengingat masih banyak film-film yang mampu menyalip film paling bersinar sejauh ini untuk Oscar Race tahun 2011. Proyek Fincher selanjutnya juga tidak main-main, me-remake sebuah film Swedia, The Girl With The Dragon Tattoo.

So lets talk about the movie more. Zodiac adalah suatu film yang exhaustingly intriguing. Durasinya yang mencapai 2 jam lebih menjadi tidak terasa dengan serunya naskah dan akting para pemainnya. Naskah film ini diinspirasi oleh kejadian yang benar-benar terjadi. Spoiler, no spoiler, sepertinya sudah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa kasus Zodiac ini sampai saat ini belum officially cracked. Siapa kah Zodiac yang asli? Masih menjadi misteri. Walaupun memang ada spekulasi yang mengatakan bahwa mereka telah menemukan tersangka utama yang diyakini memang benar-benar wujud asli dibalik Zodiac, tapi toh sebelum disidangi tersangka tersebut sudah terlanjur meninggal duluan karena sakit jantung. Jadi, apa yang membuat film ini asik untuk ditonton?

Pertama adalah inti dari fokus utama cerita ini. Zodiac karya Fincher ini tidak hanya berfokus tentang lika-liku aktifitas sang antagonis, tetapi juga aspek negatif yang turut diakibatkan kepada orang-orang yang menginvestigasi kasus ini. Take Graysmith (Gylenhall) and Toschi (Ruffallo) for examples. Berhari-hari, minggu, bahkan bertahun-tahun mencari kebenaran tentang kasus ini ternyata membuat kehidupan mereka jadi lebih complicated. Semua konsentrasi tercurahkan hanya untuk mengetahui siapakah Zodiac itu. Ada satu adegan yang cukup lucu menurut gw ketika karakter Robert Graysmith turut mengikutsertakan anak-anaknya untuk membantu memecahkan teka-teki Zodiac.

Permainan akting yang jempolan juga dibawakan dengan baik oleh Jake Gylenhall, Robert Downey, Jr., Mark Ruffallo dan yang terluput, Anthony Edwards. Sebenernya baru nyadar juga sih, Robert Downey ini walaupun bermain sangat baik dan kadang-kadang memancing senyum dengan tingkahnya yang sedikit arogan, tapi karakter seperti inilah yang sekarang menjadi stereotip bagi Downey. You really need to step out of you comfort zone, sir, before people consider you boring.

Film ini memang benar-benar bernuansa 60-70an. Dilihat dari setting, costume hingga penataan musiknya. Ini mungkin yang gw suka dengan film-film David Fincher yang selalu authentic. Kesan realistis bahwa film ini terinspirasi dengan kejadian nyata juga tertuang dengan time table yang teratur. Gak langsung, besoknya besoknya besoknya. Tapi loncat2 misalnya ke 3 hari kemudian, beberapa bulan kemudian hingga beberapa tahun kemudian, tergantung dengan adanya informasi baru terkait dengan kasus Zodiac. Keseriusan David Fincher beserta sang scirptwriter dan produser menginvestigasi kasus ini secara mendalam untuk memperakurat cerita juga patut diacungi jempol. Satu lagi yang membuat film-film David Fincher juara adalah: brilliantly beautiful cinematography dan warna-warna yang pas untuk mendampinginya. Coba saksiksan sendiri Zodiac dan lihat betapa artistiknya penangkapan adegan2nya yang luar biasa. Kudos buat DOP dan cameramennya!

Apa yang patut disayangkan adalah minimnya respon publik terhadap film ini. Dirilis pada bulan Maret memang sebenarnya bisa dibilang agak sedikit salah. Musim dimana bukan musim yang lazim untuk mencari keuntungan (walaupun akhirnya mitos ini dihancurkan oleh financially succesful Alice in Wonderland). Serta musim yang juga kurang mendapat respon baik dari awards-season yang biasanya dimulai musim Fall. Bertengger di beberapa top 10 kritikus memang sebenarnya sudah menjadi prestasi tersendiri bagi Zodiac. Gw yakin sebenernya, sama seperti Fight Club, Zodiac mungkin akan menjadi cult movie yang cukup terkenal beberapa tahun mendatang.

Great movie with a great script and great performances. David Fincher memang, sama seperti Christopher Nolan, memiliki suatu skill yang brilliant untuk meng-craft karya mereka menjadi sangat artistik dan memiliki ciri khas. Zodiac ini memang berdurasi panjang dan beberapa scene terlihat terlalu sadis, tapi dengan skrip yang dinamis serta cinematography yang apik dan musik yang oke membuat Zodiac tidak membosankan. Tagline film ini juga pas sekali dengan pesan yang ingin dibawa Zodiac; There's more than one way to lose your life to a killer. For short: dont get too obsessed! Lol. Anyway, Zodiac is a must!