Review: Merantau

| Senin, 02 Mei 2011 | |

Merantau
Sepenggal kalimat pembuka dari Merantau, mengantarkan kita ke tanah Minangkabau, Sumatera Barat. Di tempat inilah seorang pemuda bernama Yuda (Iko Uwais) tinggal bersama Ibu dan Kakaknya. Tradisi mengharuskan pemuda yang sehari-hari bekerja di ladang milik keluarga ini dan berlatih silat, untuk merantau dan meninggalkan tempat dimana dia tumbuh. Berbekal ilmu beladiri “Silat Harimau” yang sangat dikuasainya serta doa restu dari Ibu dan Kakaknya, Yuda memulai langkahnya untuk menaklukan kota Jakarta.
Setibanya di kota besar, kenyataan berkata lain. Apa yang dibayangkan Yuda sebelum dia menginjakkan kakinya di ibukota, ternyata jauh berbeda dengan apa yang dia lihat dan rasakan. Setelah menemukan alamat yang ada di catatannya sudah tidak berbentuk rumah dan tidak ada seorangpun yang bisa dia hubungi, Yuda harus merelakan tidur di tempat yang tidak layak. Hari berikutnya, keberuntungan belum berpihak kepadanya. Mimpinya untuk mempunyai tempat melatih silat sendiri tampaknya harus dia simpan dulu. Satu masalah belum selesai, Yuda malah bertemu dengan masalah baru. Dia harus mengejar anak kecil yang mengambil dompetnya. Anak kecil yang kelak diketahui bernama Adit inilah yang membawa “Sang Jagoan” untuk memulai aksi kecilnya.
Yuda dan Guru
Yuda berusaha menolong seorang perempuan bernama Astri yang ternyata adalah kakak dari Adit yang sempat dikejarnya. Mengeluarkan sedikit keahlian silatnya, Yuda berhasil memberi pelajaran kecil pada Johni, orang yang berlaku kasar pada Astri. Namun pertolongan spontan Yuda tampaknya tidak diterima oleh perempuan yang baru saja ditolongnya ini. Astri malah marah karena dia berpikir kalau “sang pahlawan kesiangan”-nya itu sudah membuatnya kehilangan pekerjaan. Dari pertemuan tak manis inilah, Yuda akan memulai petualangan barunya di sisi hitam kota Jakarta. Berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dan ucapan ibu tercinta di kampung halaman yang selalu diingatnya, nampaknya kejahatan  akan bertemu lawan tandingnya kali ini. Lawannya itu bernama Yuda.
Apa yang gw saksikan dari Merantau selama 2 jam lebih adalah sebuah perjalanan menarik dari film Indonesia. Tentu saja, ini adalah film yang gw tunggu-tunggu untuk segera ditonton karena menawarkan sesuatu yang jelas berbeda. Maka pantaslah kalau gw memilih film yang mengeskplorasi keindahan alam Indonesia dan seni beladiri asli dari bangsa kita ini untuk sekali lagi jadi alasan gw pergi ke bioskop menonton film Indonesia.
Yuda dan Eric
Ditengah kejenuhan film-film tidak bermutu dan tidak berkualitas yang biasanya membawa tema horor dan komedi “dewasa”. Merantau hadir dengan mengusung genre action, kerinduan dan dahaga gw sebagai penikmat film berisi baku hantam dibayar sudah oleh film ini. Gw yang sudah lupa kapan terakhir menonton film action Indonesia, salut dan memberikan nilai  plus dengan film yang berani berjalan di sisi berbeda dengan modal seni beladiri pencak silat ini. Lalu apa yang sebenarnya menarik dari film ini? Kekuatan apa yang dipunyai film ini? adakah kekecewaan dan kekurangan dari film ini?
Film ini memang punya elemen-elemen pendukung yang bisa membuat film ini menarik untuk ditonton dari awal sampai ending. Dari segi action sudah jelas itulah modal terkuat dan menjual dari film ini, gw berdecak kagum dengan variasi perkelahian yang ditampilkan Iko Uwais yang berperan sebagai Yuda. Pencak Silat yang dipertontonkan sungguh luar biasa, memanjakan mata ini dengan aksi-aksi Yuda untuk bertahan, mengelak, dan menyerang musuh-musuhnya. Gerakan-gerakannya yang terkadang tidak biasa, keluwesan dan spontanitas Yuda dalam beraksi di percantik juga dengan angel kamera yang ciamik. Gw emang bukan ahli dalam silat dan tehnik mengambil gambar, tapi sesuai dengan apa yang gw lihat, silat di film ini betul-betul indah. Semakin bangga gw dengan pencak silat.
Yuda in Action
Sekilas gw sebut soal “ngambil gambar” sebelumnya. Yup!! pengambilan gambar di film ini juga bisa dikatakan baik dalam menangkap setiap adegan demi adegan perkelahian dan pergerakan Yuda yang notabennya penuh kejutan. Film ini juga banyak disuguhkan aksi-aksi seru yang kreatif, kadang diselipkan juga komedi yang menurut gw lumayan lucu.
Kelebihan film ini belom selesai, gw paling suka faktor pendukung yang satu ini. Bag-Big-Bug!!! Praaaaang!!! Memang seperti inilah seharusnya film action, Sound Effectnya di film ini benar-benar dasyat. Suara-suara pukulan kadang bikin gw merasa terpukul juga. Kaca pecah, bantingan kursi, pukulan mengenai tulang, jadi semakin nyata aja adegan perkelahiannya.
Sisi akting para pemainnya bisa dibilang lumayan, yang paling menonjol memang Iko Uwais. Selain pandai bermain silat disini, Si Jagoan di film ini  juga bisa mengimbanginya dengan akting yang tidak kaku. Malah menurut gw dia bisa memerankan tokoh Yuda dengan baik. Christine Hakim, walau perannya sedikit, tapi jempolan deh buat peran Ibu yang ditinggal pergi anaknya. Sebagian besar pemainnya sangat mendukung, memang tidak istimewa dalam berakting tapi yang jelas cukup bisa membawakan perannya dengan baik.
Yuda
Nah lho!! Gw malah terganggu dengan akting Astri, entahlah peran dia sok kasar dan tidak tahu terima kasih terasa aneh di film ini. Jujur cewek ini seharusnya jadi peran tidak penting alias pemanis aja, tapi kenyataannya hehehe malah sebaliknya. Asli gw nga dapet “feel” sedih ketika dia beradu akting dengan adiknya. Feel itu malah gw dapetin ketika The Last Battle, tapi justru bukan dari si Astri tapi dari Mister Boss.
Film ini memang tidak sesempurna apa yang dibayangkan. Durasi yang lama mengakibatkan tensi yang seharusnya tinggi oleh faktor action jadi turun naik. Ketika kita disuguhkan perkelahian yang seru, seketika itu juga adegan berpindah menuju drama-nya film ini. Adegan yang di-dramatisir untuk membuat penonton tersentuh memang sah-sah saja, tapi penempatannya kadang mengganggu. Lagi-lagi faktor Astri, mencoreng drama di film ini dan mungkin keseluruhan film. Satu sisi gw menyukai drama yang ingin disisipkan sang sutradara, gw bukan orang yang anti-drama di film action. Gw akan nikmatin drama itu sebagai sebuah hiburan tambahan. Tapi jelas kenikmatan gw sedikit buyar dengan tokoh “gadis yang harus ditolong” ini. Untungnya masih ada adegan-adegan menyentuh lain yang bisa gw nikmatin. Jadi drama di film ini sebenarnya bisa saja dibuang hehehehe. Semoga versi 106 menit untuk rilis di internasional bisa memperbaiki kekurangan yang ada.
Yuda in Action
Secara keseluruhan, Merantau adalah film yang patut ditonton. Cerita yang ringan dan tidak berbelit-belit yang memang diperuntukan untuk hiburan jadi alasan tepat untuk menyaksikan film ini. Toh gw juga adalah penonton biasa yang butuh hiburan yang enjoy-able. Bukan datang untuk menonton dan mencaci filmnya habis-habisan. Munafik jika gw bilang ini adalah film jelek secara utuh. Karena gw betul-betul puas dengan film ini dengan sedikit kekurangan yang ada. Semoga Merantau dengan genre actionnya bisa jadi trendsetter baru di perfilman Indonesia dan kedepannya jadi banyak bermunculan film-film sejenis. Tentu saja dengan kualitas yang lebih baik. Alternatif untuk menonton kan jadinya makin lebar, tidak hanya genre yang itu-itu saja. Enjoy!!! Ciaaaaaaaaaaaaaaaat!!!